Serangan produsen mobil China ternyata mulai membuat khawatir sejumlah pabrikan otomotif dari negara lain.
Setidaknya itulah hasil survei yang belum lama ini dipublikasikan oleh Allianz Trade, salah satu perusahaan asuransi dari Jerman.
Dikutip dari Autofun Thailand, dalam laporan riset untuk pasar otomotif di negara tersebut, ternyata kehadiran mobil-mobil listrik dari China, rentan menimbulkan kerugian besar bagi pabrikan Eropa.
Baca juga: Mobil China Ini Masuk Pasar Italia, Tapi Harganya Gak Ngotak!
Karenanya, pemerintah Eropa beserta indusri otomotif lokalnya, dituntut untuk bertindak lebih nyata dalam menghadapi gempuran mobil China.
Dalam laporan itu tertulis, kalau pabrikan Eropa saat ini menghadapi setidaknya dua tantangan besar di industri otomotif.
Pertama, terjadinya penurunan penjualan mobil-mobil dari brand Eropa yang dijual di China, lantaran pabrikan lokal mendapat pangsa pasar yang cukup besar.
Masalah kedua adalah gempuran ekspor mobil dari Tiongkok ke Eropa yang ternyata juga mengekspansi pasar di Benua Biru.
Guna menghadapai kondisi ini, pemerintah Eropa diharapkan membuat kebijakan baru demi tantangan di industri otomotif.
Misalnya menetapkan tarif impor khusus dari China, serta mewajibkan produsen mobil asal Negeri Tirai Bambu bukan cuma menjual, namun juga turut memproduksi mobil di negara tujuan.
Baca juga: Bukan Tesla Atau Wuling Air ev, Ini Mobil Listrik Terlaris di Dunia Tahun 2022
Sementara dari sisi industrinya sendiri, pabrikan di Eropa juga diminta untuk mempercepa perkembangan teknologi oomotif, khususnya untuk EV dan baterai.
Dalam laporan tersebut juga dicurigai beberapa indikasi mengapa pabrikan Tiongkok semakin menguasai pasar di Eropa.
Satu diantaranya akibat perang harga mobil-mobil di China yang membuat para produsen ini lebih memilih ekspor untuk tetap bertahan menjaga penjualan dan keuntungan perusahaan.
Dan Pasar di Eropa ternyata dinilai jadi tujuan ekspor yang penting bagi produsen-produsen tersebut.
Masih menurut Allianz Trade, jika kondisi pasar otomotif di Eropa masih dijajah oleh China akibat serbuan impor utuh dari negara asalnya, maka hal itu bisa mengguncang pekonomian negara.
Diperkirakan UE (Uni Eropa) dapat kehilangan pendapatan ekonomi hingga 24 miliar Euro pada tahun 2030.
Baca juga: 5 Mobil China Plagiarisme Toyota Hiace, Buatan Tiongkok Lebih Canggih?
Angka ini kira-kira setara Rp385,6 tiliun atau 0,15% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di kawasan tersebut.
Adalah Jerman, Slovakia, dan Republik Ceko yang merasakan dampak terburuk dari kondisi ini.
"Industri otomotif di Eropa menghadapi risiko sangat tinggi.nSaat ini empat dari lima mobil yang terjual di Eropa masih buatan kawasan tersbeut, tapi kondisi ini mungkin akan menurun," tulis laporan Allianz Trade.
Baca juga: Mobil Listrik di Jepang Ternyata Gak Laku, Penjualannya Kurang dari 1 Persen
Invasi mobil-mobil dari Asia ini ternyata juga dialami industri otomotif di Amerika Serikat (AS).
Namun belum lama ini pemerintah setempat langsung memberlakukan US Inflation Reduction Act (IRA).
Undang-undang tersebut diberlakukan demi mengurangi inflasi, caranya dengan mewajibkan para produsen mobil listrik memakai sumber bahan baku dari negara asal ketika memproduksi mobil yang mau dijual di negara tersebut.
"IRA telah menjadi benteng pertahanan terhadap mobil China yang memasuki pasar AS," ulis Allianz Trade.
Kalau di Indonesia, pemerintah membuka lebar para produsen dari Tiongkok ini, syaratnya, mereka wajib berinvesasi untuk membangun pabrik perakitan lokal.
Jaminan Kualitas Mobil
Garansi Satu Tahun
Jaminan 5 Hari Uang Kembali
Harga Pasti, Tidak Ada Biaya Tersembunyi
2019 Daihatsu TERIOS X 1.5
19.652 km
4,5 tahun
Jakarta
2017 Toyota AGYA G 1.0
10.656 km
6,5 tahun
Jawa Barat
2021 Suzuki ERTIGA GL 1.5
5.727 km
1,5 tahun
Jakarta
2019 Toyota CALYA G 1.2
16.171 km
4 tahun
Jawa Barat
2020 Honda BRIO RS 1.2
18.587 km
3 tahun
Jakarta