Sebab kapur barus memiliki kandungan napthalene yang bisa menambah angka oktan.
Makin tinggi angka oktannya, maka makin rendah kemungkinan BBM menyebabkan terjadi knocking atau ngelitik karena pembakaran prematur.
Gejala ngelitik ini terjadi pada kondisi di mana campuran bahan bakar dan udara yang masuk ke mesin, terbakar lebih dulu sebelum ada percikan api dari busi.
Jadi sederhananya ini adalah sebagai cara ekonomis mendapatkan bahan bakar oktan tinggi tanpa mengeluarkan kocek lebih untuk beli Pertamax, Pertamax Turbo, atau sejenisnya.
Cuma bermodalkan bensin oktan 90 ditambah kapur barus, diyakini bisa setara Pertamax dan juga sejenisnya.
Dilakukan Turun Menurun
Penambahan kapur barus untuk menaikkan angka oktan BBM ternyata dimulai sejak lama.
Pada 1920, kebanyakan mesin kendaraan kerap mengalami knocking atau detonasi karena belum ada bahan bakar yang berkualitas tinggi.
Angka oktan yang jadi acuan tingkat kualitas bahan bakar juga belum ditemukan saat itu.
Berdasarkan penelitian, kadar oktan bahan bakar zaman dulu sekitar 40 sampai 60, demikian mengutip Motortrend.
Sampai akhirnya pada 1930 hingga 1940 ditemukan metode pengurangan timbal pada bahan bakar sehingga bisa mengurangi gejala knocking.
Ketika itu nilai oktan bahan bakarnya meningkat menjadi sekitar 60 sampai 80.
Namun kualitas bahan bakar tersebut rupanya belum cukup untuk mencegah mesin ngelitik.
Hingga pada akhirnya ditemukan cara menambahkan senyawa polycyclic aromatic hydrocarbon dalam bentuk naphtalene (kapur barus) ke bahan bakar.
Sayangnya tidak ada literatur yang menjelaskan siapa yang pertama kali menerapkannya.
Namun begitu hasil dari percampuran dua zat yang berbeda tadi membuat nilai oktan naik menjadi kisaran 90 ke 92.
Knocking tak lagi dirasakan untuk mesin-mesin mobil zaman itu yang kompresinya cenderung rendah.
Dulu caranya butiran kapur barus harus dicampurkan dulu sebelum masuk ke tangki.
Perbandingannya satu butir kamper untuk 18 liter bahan bakar lalu tunggu sampai larut.
Kemudian setiap tetes bahan bakar yang masuk ke tangki juga harus disaring terlebih dulu untuk menjaga kemurniannya.
Inilah yang pada akhirnya mengilhami jagat otomotif dunia termasuk pengguna mobil ataupun motor, menggunakan kapur barus untuk meningkatkan oktan BBM sampai sekarang.
Sejalan dengan pengembangan kualitas bahan bakar untuk kendaraan pada akhir 1950, penggunaan napthalene mulai ditinggalkan.
Sebab kandungan tersebut cenderung mengendap saat bensin mulai menguap, sering kali menyumbat injektor, berdampak buruk pada komponen karet, serta produksi emisi karbon yang lebih besar.
Puncaknya pada 1960 tak ada lagi penggunaan naphtalene karena BBM dengan oktan tinggi sampai bernilai 100 sudah bisa ditemukan secara luas.
Terlebih BBM modern sudah terdiri dari berbagai senyawa hidrokarbon menyerupai naphtalene, maka tak perlu lagi ditambah kapur barus.
Bila dipaksakan efeknya akan timbul gas buang berwarna hitam. Drivetribe mengemukakan bahwa hasilnya pembakaran menjadi tidak efisien.
Banyak asap hitam dan akhirnya mematikan mesin karena partikel kapur barus dan residu yang tidak terbakar menyumbat saluran pembuangan.
Tengok saja bagian dalam ruang mesin yang sejatinya harus bersih malah timbul endapan seperti gula halus basah.
Jadi terbayang bagaimana kinerja mesin misalnya bahan bakarnya harus dicampurkan kapur barus.
Kapur Barus Memperburuk Kesehatan
Apalagi kapur barus terbaru tak lagi murni menggunakan naphtalene. Ada kapur barus yang mengandung dichlorobenzene.
Kandungan ini apabila tercampur dengan bensin akan menciptakan efek korosi. Komponen mesin bisa rontok dibuatnya.
Efek samping lainnya apabila sampai masuk ke ruang bakar akan terjadi reaksi kimia dan menimbulkan asam klorida.
Jenis kimia ini beracun dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan tubuh. Asam klorida biasa ditemui sebagai cairan pembersih kerak lantai dan sebagainya.
Lebih lanjut bila asam klorida ditambah naphtalene terbakar di ruang mesin, hasilnya adalah gas buang yang beracun.
Manakala terhirup bisa mengganggu peredaran darah di dalam tubuh. Kandungannya juga bersifat karsinogen bisa menyebabkan kanker.
Serta memiliki efek buruk lain terhadap kesehatan manusia maupun binatang, ngeri!
Penggawa bengkel spesialis motor JDM Project, Joddy Ario mengatakan pengguna motor sebaiknya tak perlu lagi mempraktekkan hal tersebut.
Sebab kapur barus yang diletakkan di filter udara kemungkinan besar bisa masuk saluran intake dan menghambat pembakaran.
"Atau yang suka masukkan ke tangki bensin, itu bisa mampat saluran bensinnya karena tidak larut sempurna dan mengendap. Dalam jangka panjang justru merusak bukannya bikin irit," katanya.
Untuk itu agar menginginkan performa motor tetap terjaga, tarikannya enteng, dan bertenaga, selalu gunakan BBM sesuai anjuran.
Mudahnya bisa berpatokan dari nilai perbandingan kompresi, yang biasanya terlampir di buku petunjuk pemakaian motor.
"Ditambah servis yang benar, tune up, dan pakai oli yang sesuai peruntukkan mesin motor. Jadi intinya selama perawatan berkalanya benar dan tepat pasti motor akan selalu berperforma," pungkasnya.